[Cerpen] Kisah Abadi di Kota Canias - IIHIDAYAT.COM

[Cerpen] Kisah Abadi di Kota Canias

[Cerpen] Kisah Abadi di Kota Canias
Beatiful city fron Unsplash
Photo by Jr Korpa on Unsplash

Di kota canias yang tenang, di mana waktu terasa berjalan dengan kecepatannya sendiri, hiduplah sosok seorang lelaki misterius yang biasa dipanggil Hiraeth. Tidak ada yang banyak mengetahui tentangnya, bahkan nama aslinya. Dia bukan manusia biasa; dia telah hidup di bumi lebih dari umur kota Canias itu sendiri, selama ribuan tahun, penjaga dari begitu banyak kenangan, dan pengalaman yang tak terhitung jumlahnya. Dia sang ahli sihir, dengan kemampuannya yang sudah tidak dapat diragukan lagi. Dengan wajah awet mudanya yang menyimpan kebijaksanaan berabad-abad, dan mata yang berbinar menyimpan rahasia waktu. Hiraeth telah menjelajahi dunia, menyaksikan bangkit dan jatuhnya kerajaan, kelahiran, dan kepunahan peradaban. Dia telah melihat keindahan kemanusiaan dan kegelapan yang mengintai di dalamnya. Setelah ribuan tahun berlalu, Hiraeth memutuskan sudah waktunya memulai tujuan baru, sesuatu yang akan mengisi kekosongan besar yang telah diukir oleh waktu dalam jiwanya.

Suatu hari, saat sinar matahari pagi menyinari alun-alun kota, Hiraeth berjalan dengan langkah yang tenang. Suara riuh orang-orang beraktivitas menyambutnya, tetapi pikirannya sibuk dengan refleksi tentang perjalanan hidupnya yang masih panjang. Di tengah keramaian, matanya tertuju pada sebuah tempat penerbitan sekaligus toko buku kecil yang berada di sudut jalan. Sebuah tanda bertuliskan, 'Perhatian! Dicari: Penulis Tekun, Penuh Imajinasi.' terpampang di jendela toko itu. Percikan inspirasi muncul dalam dirinya. Terpikir olehnya barangkali kata-kata tertulis itu dapat menjadi kanvas untuknya melukiskan perjalanan hidup yang panjang dan luar biasa.

Hiraeth berhenti sejenak, merenung. Mungkin inilah kesempatan yang dia cari selama ini—media untuk membagikan pengetahuannya yang luas, dan pengalaman serta kenangan yang telah ia kumpulkan selama ribuan tahun yang dapat di untai menjadi kisah-kisah yang akan memikat pikiran serta hati penduduk kota Canias. Dengan keteguhan hati serta semangat baru, dia melangkah masuk ke dalam toko.

Pemilik toko, seorang wanita baik hati bernama Salya, menyambutnya dengan senyuman hangat. Mata mereka bertemu, dan Salya menemukan kedalaman dalam tatapan Hiraeth, seolah-olah dia bisa melihat sekilas sejarah panjang yang tersembunyi dibalik mata lelaki itu—tentang pengalaman panjang di luar batasan imajinasi. Tanpa ragu, Hiraeth bertanya mengenai pekerjaan itu, dan Salya, tertarik oleh auranya yang misterius, menyambutnya dengan terbuka. Dia menyiapkan meja tulis kecil di sudut ruang toko yang nyaman, dengan pena bulu angsa yang halus dan kertas sederhana, dia mulai menulis.

Saat tersiar kabar tentang penulis misterius di Canias, warga kota yang penasaran mulai berbondong-bondong membaca karya Hiraeth. Kisah yang ditulisnya tidak seperti kisah manapun yang pernah mereka baca—dipenuhi dengan kebijaksanaan, dilukis dengan warna berabad-abad yang lalu, dan dipenuhi dengan keajaiban abadi yang beresonasi di setiap pembaca. Kota yang tenang itu terpesona oleh kisah-kisahnya.

Tulisan Hiraeth menjadi jembatan penghubung antara masa lalu dan masa kini, menghubungkan tiap generasi dengan untaian benang sejarah. Canias menjelma menjadi tempat dimana gema masa lalu berdampingan secara harmonis dengan gema kehidupan modern. Kata-katanya mengalir bagai sungai, kisah yang dia tulis sangat bervariasi dari petualangan epik di negeri nun jauh, pengungkapan misteri, hingga kisah cinta dan kehilangan yang mengharukan. Tulisan Hiraeth melampaui batas waktu, membuat pembaca terpesona dan terinspirasi. Memiliki kata berbobot ribuan tahun akan tetapi tetap segar selayaknya embun fajar. Penduduk kota berkumpul di toko buku, ingin membaca serta mendengarkan cerita secara langsung yang dikisahkan oleh pendongeng awet muda tersebut.

Namun, tidak setiap hari dipenuhi dengan inspirasi yang mengalir dan lancar. Di sudut ruang yang biasanya dipenuhi dengan suara pena yang berdenting dan kertas yang berbisik, Hiraeth duduk termenung, pena bulu angsanya tergenggam erat, tintanya pun mengering di ujung, seolah enggan melanjutkan kisah yang penuh dengan rasa sakit.

"Kematian," dalam renungan ia berbisik pelan, "adalah satu-satunya kepastian yang tidak pernah bisa aku alami. Aku telah melihatnya dalam berbagai bentuk—cepat dan tanpa rasa sakit, lambat dan penuh penderitaan, tiba-tiba dan tak terduga. Setiap kematian meninggalkan jejak, tak hanya pada yang pergi tetapi juga pada yang ditinggalkan. Mereka yang mati mungkin menemukan kedamaian, tetapi bagi kami yang tinggal, kami harus menanggung, rasa kehilangan yang mendalam."

Di saat menulis ada kalanya Hiraeth terjebak dalam pusaran kenangan yang melukai. Ribuan tahun kehidupan telah memberinya banyak kisah indah, tetapi juga menyimpan luka yang tak lekang oleh waktu. Ketika kenangan akan cinta yang hilang, perang yang menghancurkan, dan kehilangan yang mendalam datang menghujam. Mata yang biasanya berbinar, kini redup, terhalang oleh bayang bayang masa lalu yang tidak ingin dia ingat.

Dia menghela napas panjang dan kembali berbisik pada dirinya, "Mungkin, dalam kematian, ada jawaban yang aku cari. Sebuah akhir dari perjalanan panjang yang tampaknya tak berujung. Namun, aku tidak pernah tahu. Bagiku, hidup adalah satu-satunya jalan, dan aku harus menemukan makna di dalamnya, meskipun itu berarti menyaksikan kematian berulang kali."

Salya, yang lewat dengan tumpukan buku baru, memperhatikan dan menyadari ada perubahan dalam diri Hiraeth. Dia melihat kesedihan terpancar dari matanya dan kegelisah yang tergambar di wajahnya. Dengan lembut, salya meletakkan buku-buku itu, dan mendekati Hiraeth.

Hiraeth mengangkat kepalanya, mencoba tersenyum, tapi senyumnya tidak sampai ke matanya. "Terkadang, aku merasa kenangan itu seperti beban yang tak terhentikan, seperti angin kencang yang tak pernah berhenti," Hiraeth berkata, "Mereka menerjang dan meninggalkan ku terhuyung, bahkan ketika aku berusaha untuk tetap berdiri. Sesaat setelah itu membuatku terjatuh dan tersesat dalam perjalanan di antara labirin waktu, Setiap kenangan adalah sebuah ruang yang dikunjungi dalam labirin tersebut, tetapi aku tidak pernah dapat tinggal."

"Kadang kala, kenangan tentang mereka yang telah pergi tidak pernah benar-benar hilang. Bahkan kenangan indah pun bisa menjadi beban yang berat," ujar salya dengan suara lembut, "Tapi bukankah itu juga keindahan dalam perjalanan? Kita mungkin merasa tersesat, tetapi sebenarnya kita selalu dalam perjalanan menuju penemuan baru. Dan bagi yang telah tiada, mereka hidup dalam setiap kisah yang kamu ceritakan, dalam pelajaran yang kamu bagikan, dan dalam cinta yang kamu sebarkan kepada dunia. Ingatlah Hiraeth, kita semua membawa luka masa lalu, tapi kita juga memiliki kekuatan untuk menyembuhkannya. Kenangan dapat menjadi sumber kekuatan."

Kata-kata salya menyentuh hati Hiraeth. Dia menyadari kebenaran dalam kata-kata Salya, bahwa dia tidak perlu menanggung beban masa lalu.

"Mungkin itulah yang bisa aku lakukan," Hiraeth berkata dengan pelan, "Menceritakan kisah mereka, menjaga kenangan tetap hidup. Dalam setiap cerita yang aku tulis, aku memberikan serpihan jiwa dari mereka yang telah pergi. Dengan cara itu, mereka mungkin tidak pernah benar-benar mati. Setiap kenangan, setiap pengalaman, adalah batu loncatan menuju pemahaman yang lebih besar tentang apa artinya hidup. Aku menemukan jalan pulangku sendiri. Bukan ke tempat atau waktu, tetapi ke hati orang-orang yang membaca ceritaku."

Salya membalas perkataannya, "Kamu benar, kamu telah berbagi kisah, kisah yang sangat berarti bagi semua. Kisah yang akan menuntun setiap orang dalam kehidupannya. Dan itu dapat menuntunmu untuk pulang ke dalam setiap hati orang yang membaca ceritamu."

Dengan dukungan Salya, dia menemukan kembali penghiburan dalam tindakan penulisan. Setiap kata yang dia tulis merupakan sapuan kuas di kanvas eksistensinya, sebuah cara untuk mengabadikan kenangan yang terancam memudar seiring berjalannya waktu. Penduduk kota yang terpikat oleh narasinya, merasa seolah-olah sedang melihat sekilas kedalam permadani sejarah itu sendiri.

Namun, Hiraeth tetap menjadi sosok misteri bagi masyarakat Canias. Dia berbicara tentang masa lalu dengan begitu pekat yang hanya dimiliki seseorang yang pernah hidup melaluinya. Penduduk kota Canias meski terpesona, tidak dapat begitu memahami kebenaran lebih dalam dari pengalamannya.

Sebagai sedikit gambaran tentang pengalamannya, di dalam salah satu buku nya Hiraeth menulis "Di dalam kisah hidup, kita tidak bisa melewati setiap chapter begitu saja, karena bukan begitu kisah dalam hidup berjalan. Kita harus membaca setiap baris, untaian kata demi kata, bertemu setiap karakter, akan ada perpisahan dengan karakter yang kita sukai. Mungkin kita tidak akan menikmati semua itu. Beberapa chapter mungkin akan membuat kita bersedih cukup lama. Kita akan membaca halaman-halaman yang tidak ingin dibaca. Kita akan menemukan halaman indah yang dipenuhi kebahagiaan serta keceriaan, halaman indah yang tidak ingin kita akhiri. Tetapi kisah tersebut harus tetap berjalan, kita harus tetap mengikutinya, tetap membalik halaman demi halaman untuk maju. Kisah setiap orang membuat dunia terus berputar. Kisah hidup yang saat ini kita miliki, jangan dilewatkan. Masih banyak halaman kosong yang perlu di isi oleh kisah hidup kita. Nikmatilah setiap kisah yang akan datang dalam hidup."

Suatu malam, ketika Hiraeth sedang duduk di keremangan toko buku dengan aroma buku tua yang memikat, diantara cahaya lilin yang berkedip-kedip seorang lelaki tua mendekati dengan mata seolah mengenalnya. "Aku sudah mendengar kisahmu," bisik lelaki tua itu, "Aku mengenali gema dari masa lalu. siapa kamu sebenarnya?"

Hiraeth tersenyum, sekilas ekspresi sedih melintasi wajahnya. "Aku hanyalah seorang pengembara, yang mengembara melalui koridor waktu, mencari makna dalam alirannya menjadikannya kisah yang akan aku ceritakan. Pada akhirnya kisah itulah yang mendefinisikan siapa kita, dan di dalamnya, aku menemukan tujuan."

Seiring pergantian musim dan tahun demi tahun, Hiraeth terus membagikan kisahnya kepada Canias. Kisah-kisahnya menjadi bagian penting dari identitas kota, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Lelaki misterius yang telah hidup ribuan tahun telah menemukan panggilan sejati baginya, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada kota dan penduduknya, dengan buku berisi kisah yang berumur panjang layaknya sang penulis kisah-kisah itu sendiri.

Maka, dijantung kota Canias, Hiraeth terus menulis, pena bulu angsanya menari-nari di atas kertas, menganyam kisah-kisah yang dapat melampaui batas waktu. Penduduk kota Canias mungkin tidak pernah sepenuhnya memahami kedalaman eksistensinya, namun dalam setiap kisahnya mereka menemukan hubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri—Sebuah bukti hidup akan keajaiban yang dihasilkan oleh kehidupan selama ribuan tahun dalam seni bercerita, ribuan tahun kehidupan yang dijalani dengan baik.

2 komentar

  1. Bagus cerpennya. Cukup kontemplatif. Terima kasih ya sudah menulis ini. :)

    BalasHapus


EmoticonEmoticon